KABUPATEN TANGERANG, REDAKSI24.COM – Warga Kampung Gembong Jatake RT 01/02, Desa Gembong, Kecamatan Balaraja, mengaku belum pernah mendapatkan kompensasi apapun dari PT Mayora Indah Jayanti sejak pabrik makanan dan minuman itu berdiri tahun 2017 lalu.
Pengakuan itu diungkapkan Ketua RT 01/02 Kampung Gembong Jatake, Desa Gembong, Kecamatan Balaraja, Baedoni kepada wartawan di kediamannya, Kamis (7/9/2021).
“Selama saya menjabat ketua RT, saya belum pernah dapat apa-apa, saya nggak tahu kalau RT lain, yang jelas warga saya terdampak langsung pencemaran limbah, tidak pernah dapat apa-apa dari Mayora,” ungkap Baedoni.
Menurut Ketua RT itu, sebelum adanya limbah cair hasil olahan pabrik makanan dan minuman itu, warga memanfaatkan air saluran irigasi untuk keperluan sehari-hari.
BACA JUGA: Warga Yakin Air Sumurnya Tercemar Limbah PT Mayora
“Dulu airnya jernih, bisa buat mandi warga, mandi para santri, buat nyuci, sekarang airnya jadi keruh, apalagi kalau pas lagi buang limbah, baunya menyengat, nggak bisa dipakai apa- apa sekarang,” cetus Baedoni.
Baedoni mengatakan, warga sempat hendak menutup saluran pembuangan limbah cair PT MAyora tersebut. Namun akhirnya niat warga diurungkan karena khawatir pencemaran limbah semakin meluas ke lingkungan mereka.
Warga Gembong lainnya, Kadriah (57) mengaku resah akibat adanya limbah cair yang mengalir persis di samping rumahnya.
“Efeknya air sumur saya nggak bisa lagi buat diminum, bahkan buat cuci pakaian pun juga pengaruh, baju jadi pada kuning,” keluh Kadriah.
Saat ini, kata dia, warga terpaksa berlangganan air perpipaan untuk memenuhi konsumsi air bersih sehari-hari, seperti mandi cuci kakus (MCK).
Sementara itu, Sekretaris Desa (Sekdes) Gembong, Kecamatan Balaraja, Sukrudin mengaku sudah menerima laporan warga terkait adanya limbah cair yang diduga mencemari lingkungan warga.
“Kami sudah menyampaikan laporna warga kepada pihak Mayora, namun belum ada respon,” ungkap Sukrudin.
Sukrudin mengakui di beberapa titik, air sumur warga berubah warna dan menimbulkan bau tidak sedap. “Kayak bau lumpur, ya nggak layak untuk dikonsumsi,” jelas Sekdes.(RM1/Difa)