Tutup Bisnis Online, Pengamat : Satgas Investasi OJK Menentang Semangat Presiden

oleh -
Adib Miftahul
Pengamat Kebijakan Publik, Adib Miftahul.

TANGERANG, REDAKSI24.COM Langkah Kepala Satgas Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing yang melakukan penutupan terhadap sejumlah perusahaan berbasis online karena sebagian besar perusahaan tersebut dinilai tidak memiliki izin dinilai  pengamat kebijakan publik dari Universitas Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul sebagai langkah yang bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo. Pasalnya menurut adib, saat ini Presiden Joko Widodo sedang gencar-gencarnya memangkas berbagai regulasi guna menggeliatkan dunia usaha di masa pandemi covid 19 ini, terutama usaha berbasis online.

Menurut Adib seharusnya pihak OJK melakukan pendampingan izin terhadap perusahaan-perusahaan berbasis online tersebut, bukan  justru melakukan penutupan.

“Saya lihat semangat Kepala Satgas OJK ini seolah menentang semangat presiden terkait investasi dan bergeliatnya ekonomi di masa pandemi. Harusnya lebih mengedepankan pendampingan daripada penutupan,” ungkapnya.

“Kita kan masuk era 5.0, saya yakin para pengusaha bisnis online tersebut siap untuk diarahkan. Ini kesannya malah seolah berlomba untuk menutup usaha agar dilihat berprestasi, sudah seperti koboi saja kita ini,” tegas Adib.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Politik Nasional ini juga mengatakan bahwa para pengusaha terutama di bisnis online harus didukung, sebab di masa ekonomi sulit saat ini, mereka masih berupaya untuk beroperasi.

“Kita harus apresiasi, mereka mengeluarkan modal besar dengan benefit yang pasti berkurang di masa pandemi ini. Ini tulang punggung perekonomian. Kalau diberi pendampingan melekat, Indonesia pasti jadi hebat, apalagi mayoritas pengusaha online ini adalah anak muda,” tuturnya.

Lebih lanjut Adib menjelaskan terkait adanya potensi penggelapan uang nasabah dan pencucian uang yang selalu menjadi alasan OJK, menurutnya, regulasi transparansi keuangan menjadi kata kuncinya.

“Kita jangan mengedepankan curiga, jika pun ada potensi penggelapan, tinggal dibuat regulasi transparansi keuangan, misalnya OJK bekerjasama dengan Bank memonitor sirkulasi transaksi perhari apakah melebihi kewajaran. Jangan justru penutupan usaha dijadikan sebagai batu loncatan untuk prestasi politik, saya lihat ada indikasi kesana,” tutupnya. (Hendra)