Tata Kelola Puskesmas Yang Lemah Abaikan Kemanusiaan

oleh -
Layanan Puskesmas

Dr. Hamdani, SE., MM., M.Pd., M.Ak *

SEMOGA tidak ada yang mentuhankan SOP (Standard Operating Procedure) sebagai set instruksi yang memiliki suatu petunjuk kerja. Dalam hal pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tentu menjadi sebuah keharusan menggunakan SOP sebagai standar kerja. Namun, ketika SOP tidak mampu menjawab persoalan, apakah pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus terhenti?

Seharusnya SOP dibuat dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. Artinya ketika persoalan itu tidak selesai dengan SOP, maka inisiatif harus muncul manakala menyangkut persoalan kemanusiaan. Nampaknya isu kemanusiaan menjadi viral ditengah pemberitaan media social atas penolakan oleh pihak Puskesmas Cikokol untuk penggunaan kendaraan ambulans karena tidak ada SOP-nya.

Naasnya, fasilitas mobil jenazah melalui panggilan darurat 112 pun tak kunjung datang. Akhirnya Supriyadi membopong jenazah keponakannya karena tidak mendapatkan pelayanan ambulan. Jenazah bernama Husein (8), meninggal karena tenggelam ketika bermain di sungai Cisadane. Sontak masyarakat kaget dibuatnya, akhirnya warga yang iba melihat kejadian itu memberikan tumpangan mobilnya untuk mengantarkan ke rumah duka.

Mobil ambulan sejatinya bukan diperuntukan membawa jenazah, melainkan bagi pasien dalam kondisi gawat darurat yang memerlukan tindakan segera.

Jika ambulan digunakan untuk membawa jenazah tentunya menyalahi SOP, karena di dalamnya ada alat medis yang harus selalu steril. Apabila digunakan untuk mengantar jenazah, dikhawatirkan berdampak bagi pasien yang menggunakan ambulan tersebut.

Atas kejadian tersebut, pihak pemeritah dalam hal ini Wali Kota Tangerang dan Kepala Dinas Kesehatan meminta maaf kepada keluarga korban. Dengan alasan kemanusiaan, public terlanjur kecewa atas pelayanan kesehatan yang ada di Kota Tangerang. Mudah-mudahan kejadian ini menjadi pelajaran untuk tidak terulang di masa mendatang.

Belajar dari kejadian tersebut, perlu kiranya segera dilakukan audit kinerja dan audit medis terkait pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kota Tangerang. Jika dalam SOP-nya mobil ambulan tidak diperbolehkan untuk membawa jenazah, berarti setiap Puskesmas minimalnya menyediakan kendaraan untuk membawa jenazah. Tidak lantas yang dipermasalahkan SOPnya, karena aturan itu memang dibuat untuk dilaksanakan.

Ketika mengutamakan konsep pelayanan prima dalam kesehatan, SOP harunya tidak menjadi kendala di lapangan. Justru SOP memberikan panduan kerja bagi petugas yang melayani agar lebih memudahkan. Jadi persoalannya bukan pada SOP, melainkan pada pemahaman petugas atas psikologi keluarga yang terkena musibah. Petugas Puskesmas sudah harusnya memberikan pelayanan yang ramah dan bisa menenangkan keluarga yang sedang berduka.

Ada sebab ada akibat, tentu keluarga korban tidak akan senekat itu jika pihak Puskesmas menjamin tersedianya pelayanan yang baik bagi keluarga yang terkena musibah. Maka dalam hal ini, Dinas Kesehatan Kota Tangerang perlu mengevaluasi dan memperbaiki system pelayanan kesehatan kepada masyarakat agar lebih menggunakan pendekatan kemanusiaan.

Tidak hanya dalam system pelayanan, Dinas Kesehatan Kota Tangerang perlu menerapkan good hospital governance sebagaimana yang diamanatkan dalam UU RI No. 44/2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 36, setiap Rumah Sakit harus menerapkan Tata Kelola Rumah Sakit (Good Corporate Governance) dan Tata Kelola Klinis yang baik (Good Clinical Governance).

Dikatakan Tata Kelola Rumah Sakit yang baik, apabila manajemen dalam menjalankan tugasnya berpegang teguh pada prinsip transparansi, akuntanbilitas, independensi, responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran. Dalam hal ini, prinsip responsibilitas pihak Pusakesmas terkesan lamban mensikapi permasalahan yang dihadapi pihak keluarga yang terkena musibah. Akibatnya, pihak keluarga reaktif terhada prespon yang lamban itu.

SedangkanTata Kelola Klinis yang baik,menekankan pada penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi : kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit. Dalam hal ini, evaluasi perlu dilakukan untuk memastikan setiap keluhan yang ada di Puskesmas dan monitoring hasil pelayanan benar-benar ditindaklanjuti. Jika tidak, berarti Puskesmas tidak menerapkan Tata Kelola Klinis yang baik.

Mudah-mudahan ini hanya kejadian pertama dan terakhir dalam pelayanan Puskesmas yang mengabaikan kemanusiaan demi sebuah SOP. Hal ini terjadi karena lemahnya Tata Kelola pada Puskemas. (*)

*Kaprodi Manajemen FEB UMT dan penulis Buku Tata Kelola Syariah