Kekeringan Meluas, Ribuan Hektar Padi di Banten Terancam Puso

oleh -
Sawah di Kabupaten Tangerang Kekeringan
ilustrasi tanaman padi yang terancam puso lantaran kekurangan pasokan air

REDAKSI24.COM – Hingga akhir Juli intensitas hujan semakin berkurang. Imbasnya, sejumlah kawasan pertanian, terutama tanaman padi di kota dan kabupaten di Banten, sudah dilanda kekeringan. Bahkan diprediksi, memasuki Agustus kekeringan akan semakin meluas.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) I Serang memperkirakan sebagian besar wilayah Banten sudah memasuki musim kemarau sejak pertengahan Juli lalu.  Prediksi itu dilihat dari intensitas hujan sejak Juni lalu kurang dari 50 mm per 10 hari (dasarian).

Prakirawan BMKG Serang, Widya Khoirunnisa, kepada Redaksi24.com mengatakan, rentang waktu musim kemarau tahun ini diprediksi sampai bulan September. Sedangkan untuk rentang waktunya sesuai dengan zona musim masing-masing daerah.

“Puncaknya itu sekitar bulan Agustus,” katanya, Rabu (31/7/2019).

Musim kemarau serasa begitu berat bagi para petani di kawasan Serang Utara, yang meliputi Kecamatan Pontang, Tanara, Tirtayasa, Carenang, Ciruas, Cikeusal, Lebakwangi dan Keramatwatu.

Selain curah hujan yang minim, kondisi hulu irigasi di Bendungan Pamarayan juga sedang dalam proses rehabilitasi. Sementara padi yang ditanam sudah memasuki usia satu bulan, masa yang sedang membutuhkan banyak pasokan air.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Harapan Makmur, Desa Singaraja, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten, Hamid mengatakan, sekitar 14.000 hektar sawah yang mengandalkan pengairan dari Bendungan Pamarayan terancam Puso, jika sampai awal Agustus tidak mendapatkan suplai air.

Sementara para petani, kata dia, sudah mengeluarkan modal cukup besar, sekitar Rp7-10 juta per hektar tanaman padi. Menurutnya, kalau kekurangan air, tanaman padi terancam mengalami puso, dan petani bisa rugi besar.

“Kami mayoritas petani penggarap, bukan pemilik lahan. Kalau gagal tanam, kami yang rugi,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Hamid, pihaknya meminta bendungan dibuka dua kali, yakni pada Tanggal 1-15 Agustus dan 1-15 September. Sebab kalau sampai tanggal 20 Agustus bendungan tidak dibuka, menurut dia, hektaran tanaman padi dipastikan akan mengalami puso.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Serang, Zaldi Dhuhana mengaku, sudah berkoordinasi dengan BBWSC3. Hasilnya, BBWSC3 akan mengambil kebijakan pembukaan saluran irigasi selama 17 hari.

“Mulai 7 Agustus bendungan akan dibuka (pintu irigasi-red) sepuluh hari, September dibuka lagi tujuh hari,” ungkap Zaldi.

Sementara dampak musim kemarau sudah terjadi di Kabupaten Pandeglang, yang tanam lebih awal. Sekitar 576 hektar sawah padi dinyatakan gagal panen atau puso.

Tanaman padi yang mengalami gagal panen terjadi di Kecamatan Cikeusik seluas 154 hektar, Kecamatan Angsana 180 hektar dan Kecamatan Sukaresmi seluas 242 hektar. Persawahan di ketiga kecamatan itu merupakan tadah hujan.

Kepala Dinas Pertanian Banten, Agus M Tauchid mengakui kekeringan di Banten sejak Juli semakin meluas. Sebelumnya seluas 10.662 hektar, kini bertambah menjadi 13.333 hektar dengan perincian, terdampak ringan seluas 5.733,5 hektar, terdampak sedang seluas 4.119 hektar, terdampak berat 2.365 hektar dan puso 576 hektar.

“Terdampak puso di Banten terjadi di tiga kecamatan di Pandeglang seluas 576 hektar,” kata Agus M Tauchid saat dikonfirmasi, Rabu (31/7/2019).

Untuk mengantisipasi terdampak puso yang lebih meluas, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota telah melakukan upaya pencegahan dengan melakukan bantuan pemasangan mesin dan selang pompa air di beberapa titik rawan terjadi puso.

“Sudah kami upayakan, tapi ini masalah cuaca dan petani menanam di lahan tanam tadah hujan,” katanya.

Meski ratusan hektar sawah mengalami gagal panen, menurut Agus, tidak akan mempengaruhi stok padi di Banten. Karena hanya sekitar 2 persen sawah yang terdampak puso dari seluas 410.000 hektar angka tanam di Provinsi Banten.

“Tapi kami harus mempertimbangkan kerugian petani. Mereka mendapat penggantian bibit. Kalau masuk AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi)  mereka mendapatkan klaim asuransi 1 hektar 6 juta rupiah. Tapi masalahnya tidak semua petani menjadi anggota AUTP,” katanya. (Luthfi/Difa)

oleh